A. SEJARAH
BERDIRINYA MI AL-ISHLAH
Desa Jatiranggon yang terletak di sebelah selatan
Kota Bekasi yang berbatasan dengan Jakarta Timur merupakan salah satu target
misionaris Kristenisasi, dimana banyak terdapat gereja-gereja dan asrama pembinaan
untuk anak-anak yatim dan tak mampu (dhuafa) yang disebut “ Kampus Diakonia Modern (KDM) ”. KDM merupakan lembaga kristen yang mempunyai
misi memberikan pendidikan gratis terhadap anak-anak muslim yang tak mampu
untuk didik dan dibekali ilmu pengetahuan dengan menanamkan akidah Kristen
sehingga diharapkan anak-anak tersebut masuk agama mereka dan menjadi
misionaris-misionaris untuk menyebar luaskan agama mereka.
Keaadaan ini
sungguh mengkhawatirkan karena banyaknya
anak-anak Muslim yang bersekolah kesana karena ketiadaan biaya. Oleh karena itulah, sebagai sesama
muslim terketuk semangat jihad kami
untuk menyelamatkan generasi Islam jangan sampai mengkaji ilmu di lembaga
non muslim yang dapat membahayakan aqidah hanya karena keterbatasan biaya dan
ingin sekolah gratis.
Dengan izin
Allah Pada tanggal 1 Januari 1974 dengan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
serta fasilitas yang seadanya didirikan Madrasah Diniyah Al-Ishlah. Sekolah ini
di bawah tanggung jawab Bapak HM Encep yang pada saat itu menjabat wakil
Kepala Desa Jatiranggon. Pada awal dibuka jumlah murid
pada saat itu sebanyak 110 orang
dengan 2 tenaga pengajar dan 1
orang Kepala sekolah yaitu :
1. H. Abdul Roji M. (Kepala sekolah )
2. HM. Rohani ( Guru )
3. Ibu Umdah
(Guru )
Perkembangan jumlah
siswa dari bulan ke bulan
semakin tidak menentu baik pada awal
tahun ajaran maupun pada akhir tahun
ajaran, kemerosotan murid mencapai
jumlah yang sangat memprihatinkan hingga
mencapai titik terendah (50 siswa dari kelas 1 s/d kelas 6 ). Kondisi ini
diperparah lagi dengan kondisi bangunan maupun luas tanah yang tidak memadai
untuk di bangun Madrasah karena sebagian wakaf Bapak Kican bin Imban ±
450 m2, sepertiganya di
gunakan untuk makam keluarga ± 150 m²
sehingga areal untuk membangunan Madrasah tidak mencukupi. Oleh karena itu
untuk membangunan Madrasah tersebut kami mengikut sertakan masyarakat untuk
berpartisifasi membeli tanah seluas 380 m² dengan harga Rp. 3.000,00 /m2
untuk pembangunan madrasah. Kegiatan ini
dimotori oleh Bapak HM. Encep dibantu oleh :
1. Bapak H.Abdul Roji Marja.
2. Bapak HM Rohani Bin H
Syair.
3. Bapak Hasan Enjah Bin Asen.
Pada tahun 1976 di bangunlah
gedung Madrasah dengan dana seadanya.
Pembangunan gedung ini tidak sampai selesai karena keterbatasan dana.
Dinding sekolah terbuat dari bilik bambu dengan konstruksi bangunan yang
memprihatinkan. Kegiatan belajar
mengajar dilakukan sore hari.
Penerimaan murid baru pun tidak begitu menggembirakan mengingat kurangnya kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke Madrasah.
Hal yang sama terjadi terhadap kesejahteraan guru.
Keadaan guru pada saat itu sungguh
memprihatinkan. Guru yang mengajar tidak bertahan lama di karenakan tidak ada
dana untuk menggaji guru sehingga guru
pun banyak yang keluar pindah mengajar ketempat lain yang lebih baik. Gaji guru
pada saat itu hanya Rp. 500,00/
bulan, terkadang guru tidak mendapat
gaji karena wali murid tidak sanggup untuk membayar dengan uang sehingga diganti dengan beras 1 liter / bulan.
Jatah untuk setiap guru
paling banyak menerima 2 atau 3 liter beras / bulan. Ini berlangsung
beberapa tahun . Tidak ada donatur yang membantu dan kurang peduli serta ketidak percayaan terhadap pendidikan madrasah
menjadi salah satu penyebabnya.
Pada
tahun 1980 sekolah
hanya mampu menggaji guru
berkisar antara Rp. 1000/
bulan sampai dengan Rp. 1500 / bulan. Honor tersebut sebagian
ditanggung oleh Bapak HM. Encep. Tahun 1980
perkembangan Madrasah belum
menampakan kemajuan yang berarti. Permasalahan yang dihadapi sama seperti tahun
tahun sebelumnya yaitu keterbatasan dana yang dimiliki sekolah untuk memberikan kesejahteraan yang lebih baik untuk guru.
Kondisi ini berlangsung dari tahun ke tahun hingga saat ini.
Pada
tahun 1984 sekitar bulan september
mulai ada bantuan honor dari kelompok peternak ayam ”BINA USAHA”. Bantuan keuangan dari BINA
USAHA memberikan kontribusi besar untuk kemajuan madrasah Al-Ishlah. Sayangnya bantuan ini
bertahan hanya sampai tahun 1990. Bantuan dihentikan karena BINA USAHA
mengalami kebangkrutan.
Pada tahun Pelajaran 1983/1984 jumlah murid
mulai menampakkan perkembangan. Tahun demi tahun murid mulai bertambah, Masyarakat pun mulai melihat kinerja para
guru dan hasil anak yang lulus dari Madrasah Al-Ishlah banyak yang meraih
prestasi yang menggembirakan, sekalipun
gaji guru pada saat itu baru mencapai Rp.5000 / bulan. Keadaan ini tidak
menggoyahkan pengabdian guru terhadap pendidikan di madrasah
Al-Ishlah.
Keadaan ini tentunya
mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Siswa banyak terlantar karena
kekurangan tenaga pengajar. Guru-guru yang bertahan adalah guru-guru yang
memiliki pengabdian dan kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan Islam.
Dengan bekal pendidikan seadanya tidak menggoyahkan semangat mereka untuk
berjuang di jalan Allah. Mereka tidak memikirkan dirinya sendiri, yang
terpenting dapat menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa dan memberikan yang
terbaik untuk kemajuan pendidikan Islam.
Berawal dari tidak tersedianya sekolah lanjutan
tingkat pertama di wilayah kecamatan Jatisampurna pada saat itu, sehingga menyulitkan bagi siswa yang lulus madrasah yang ingin melanjutkan pendidikannya
kejenjang yang lebih tinggi serta keinginan mengembangkan lembaga pendidikan ke
strata yang lebih tinggi dimana tidak adanya sekolah lanjutan untuk siswa yang
lulus dari Madrasah Al-Ishlah maka Pada tahun 1977 Yayasan Al-Ishlah mendirikan Mts Al-Ishlah (Madrasah Tsanawiyah
Al-Ishlah). Pada awal berdirinya,
kegiatan belajar mengajar pada saat itu menumpang di Yayasan Masjid Diponogoro (Yamad). Hal ini
berlangsung selama 1 tahun, Setelah itu kembali ke gedung Madrasah
Al-Ishlah. Mts Al-Ishlah tidak bertahan
lama hanya bertahan hingga
meluluskan 1 angkatan. Setelah
meluluskan angkat pertama dan merupakan lulusan yang terakhir kemudian dibubarkan
pada tahun 1980. Murid yang ada dipindahkan ke sekolah lain.
Pada tanggal 1 Juni 1980 Ujang Syahroni mulai ditugaskan oleh orang tuanya untuk membantu mengelola Madrasah Al-Ishlah,
dengan bekal ilmu yang sangat minim serta miskin dengan pengalaman,
berusaha mengelola Madrasah Al-Ishlah
semaksimal mungkin. Pada saat itu
murid yang duduk di kelas VI
berjumlah 10 siswa. Bersama kepala
sekolah Bapak H. Abdul Rodji Marja mempersiapkan Ujian Akhir untuk pertama kali,
mengingat Madrasah Al-Ishlah belum pernah mengikuti Ujian Akhir dari Departemen
Agama (Depag). Atas saran dari pengawas
Pendais pada saat itu yang dijabat oleh Bapak Buchori, Madrasah Al-Ishlah disarankan mengikuti Ujian Akhir walaupun
harus menumpang di Madrasah lain yaitu di Hidayatul Mutaalimin. Hal ini berlangsung sampai dengan tahun 1982
atau 2 tahun kelulusan.
Pada tahun 1983/1984 Madrasah Al-Ishlah sudah bisa melaksanakan
Ujian Akhir sendiri. Bersamaan dengan itu jumlah murid yang mendaftar mulai
menampakkan kemajuan , masyarakat mulai percaya terhadap pendidikan di madrasah
Al-Ishlah dengan memasukkan anaknya untuk dididik di madrasah Al-Ishlah. Hal ini tentunya memberikan angin segar
kepada perjuangan kami, sehingga kami semua
berjanji dan bertekad untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di MI.Al-Ishlah.
Pada tahun yang sama Bapak Ujang Syahroni diberi wewenang menjadi wakil kepala sekolah
yang diberikan wewenang penuh untuk mengelola madrasah Al-Ishlah oleh Kepala
sekolah. Kebijakan ini dikeluarkan karena Bapak H. Abdul Marja ingin
berkonsentrasi mengelola Bina Usaha. Kebijakan ini berlangsung dari tahun ke
tahun , banyak kebijakan-kebijak baru dibuat untuk meningkatkan disiplin
terhadap siswa dan guru. Salah satunya adalah
apabila ada siswa yang sakit, kami selalu menjenguk. Jika ada siswa yang
tidak masuk lebih dari 3 hari tanpa alasan yang jelas, kami pun berkunjung ke
rumah siswa tersebut. Kegiatan ini berdampak positif karena meminimalkan kemungkinan siswa yang
bolos sekolah. Hal ini dilakukan bersama–sama guru setiap tahunnya demi meningkatkan disiplin dan untuk kemajuan Madrasah Al-Ishlah.
Ada satu (1) kendala baru yang timbul pada saat itu. ,
Siswa yang bersekolah di SD pada pagi hari sekolah pula di Madrasah sore
harinya. Bila siswa tersebut lulus SD,
maka siswa itu keluar dari madrasah. Hal ini menjadi masalah karena
setiap tahunnya siswa madrasah Al-Ishlah berkurang dan siswa yang bertahan
sampai luluspun semakin sedikit. Atas dasar pertimbanganm itu , Kepala sekolah beserta guru-guru
bertekad untuk mendirikan madrasah
di pagi hari meskipun banyak murid yang sekolah
AC/DC, artinya di SD sekolah di Madrasah pun sekolah, dengan pertimbangan itu semua guru
sepakat untuk membuka sekolah di
pagi hari.
Atas kesepakatan bersama diputuskan untuk tahun ajaran
1987/1988 membuka Madrasah di pagi hari. Strategi yang
kami gunakan untuk mencari siswa yaitu
dengan cara Door
To Door . Setiap
guru mendatangi rumah warga untuk memberikan penjelasan kepada warga masyarakat
tentang kelas pagi yang baru di buka. Awalnya hanya sebatas kerabat dekat yang diajak untuk menyekolahkan anaknya ke
madrasah Al-Ishlah. Target siswa hanya 20 sebagai persyaratan membuka
kelas pagi. Ternyata di luar perkiraan kami,
siswa yang mendaftar mencapai 63 siswa. Untuk efisiensi pengajaran terhadap siswa kami
membagi menjadi 2 kelas
antara lain:
1.
Kelas persiapan kurang
dari 6 tahun usianya.
2. Kelas
I yang usianya lebih dari 6 tahun
Dari sinilah timbul tantangan besar
yang harus dihadapi :
1. Semua
murid harus bisa membaca.
2. Bahwa murid Madrasah harus lebih pandai menulis dan membaca
dari pada murid SD Negeri.
Pada awal penerimaan murid baru bulan Juli 1987/1988 tugas kami adalah harus bisa membuktikan kepada Masyarakat
bahwa Madrasah pun mampu seperti SD
Negeri, Maka diundanglah Wali Murid
untuk Menghadiri lomba membaca, menulis
dan berhitung pada tanggal 16 Agustus 1988. Hasil penilaian lomba
tersebut memberikan kesan yang baik dimasyarakat. Mereka berasumsi bahwa baru beberapa bulan anaknya sudah bisa
membaca. Respon dari wali murid tentang kegiatan lomba sangat
baik. Mereka memberikan penilaian positip terhadap hasil lomba tersebut. Hal ini
berdampak positip pula pada perkembangan jumlah siswa, maka pada tahun 1988/1889 pada awal tahun ajaran
penerimaan murid baru mencapai 89
siswa.
Dari pertambahan murid yang menggembirakan, maka ada
tuntutan untuk menambah ruang kelas baru. Pada tahun 1988/1989 dengan dana
seadanya dan atas bantuan masyarakat kami menyiapkan untuk menambah ruang kelas
baru.
Pada tahun 1991 Madrasah
Diniyah resmi menjadi Madrash Ibtidaiyah Al-Ishlah, yang
melakukan kegiatan belajar mengajar dipagi hari.
B. VISI
DAN MISI MI AL-ISHLAH
VISI :
UNGGUL,
KOMPETITIF DAN BERAKHLAK MULIA
MISI :
1.
Mendidik generasi berilmu, berakhlak mulia mandiri dan
berprestasi akademis tinggi.
2.
Membentuk mental spiritual siswa yang tangguh
berlandaskan iman dan takwa kepada Allah SWT.
3.
Mewujudkan interaksi yang harmonis antar warga
sekolah, orang tua, dan masyarakat.
4.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas siswa yang
diterima diberbagai sekolah lanjutan pertama (SMP) negeri maupun swasta.
5.
Memberikan pelayanan yang maksimal kepada wali murid
dan masyarakat
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusInfo syarat dan biaya masuk SMPIT al islah
BalasHapusSekolah bagus, berani bersaing prestasinya dgn SDIT yg biayanya mahal
BalasHapusBenarkah demikian? Mohon maaf sebelumnya, sedikit saran, lebih baik fokus pada tujuan lembaga saja, dan harap tidak membawa nama lembaga lain. Jika opini anda mengenai misi lembaga lain ternyata keliru, hal tersebut bisa dianggap pencemaran nama baik. Terimakasih.
BalasHapusAlhamdulillah
BalasHapusAgamis boleh, fanatik jangan. Apalagembawa nama lembaga lain dengan berita tidak benar. Bijaklah dalam menulis.
BalasHapus